Selasa, 14 September 2010

HIDUP = MENDAKI GUNUNG



" Hidup ini seperti mendaki gunung. Kepuasan dicapai melalui usaha yang tidak kenal lelah untuk terus mendaki, meskipun terkadang langkah demi langkah yang ditapakkan lambat dan menyakitkan" Paul G.stoltz, phd



Seorang anak muda termenung, terkesima. Merenungi penggalan kalimat di atas dan berfikir, naik gunung bukanlah hanya sekedar berkumpul, tertawa, mencapai puncak dan selesai. Anak muda itu terdiam sejenak dan bertanya pada dirinya " hobi saya naik gunung, semua itu penuh ketidakpastian " dingin, gelap, hujan, badai, jurang curam semuanya mengancam. Tapi mengapa bahaya itu selalu dilewati dengan suka cita dan canda ria?
                Anak muda itu mulai menarik garis persamaan antara mendaki gunung dengan kehidupan nyata. Dia mempunyai moto hidupnya, yaitu " hidup untuk mendaki ". suatu proses pencapaian dari titik nol hingga titik tertinggi. Begitu pula dalam kehidupan nyata, anak muda harus selalu mempunyai cita-cita yang tinggi sehingga kesuksesan dapat diraihnya.
                Seorang pendaki gunung sejati akan selalu merasa tidak puas dengan hasil pendakian sebelumnya. Dia akan terus mencari kekurangan dari tiap perjalanannya dan tidaklah bersikap manja, tidak menggantungkan nasib dan tidak menggantungkan kebutuhannya pada pendaki lain. Nasib dan kebutuhannya tergantung pada beban yang ia bawa di pundak. Begitu pula dalam kehidupan nyata, yang menentukan makan dan tidaknya hari ini, esok dan seterusnya adalah pada kemampuan diri dan bekal hidup.
                Di tengah malam, anak muda itu berkeinginan untuk dapat pergi ke sebuah gunung dan menikmati keindahan alam. Ditengah panasnya kota, sibuknya manusia berebut jabatan, hingga permasalahan lain membuatnya merencanakan pendakian bersama teman-teman sekomunitasnya. Persiapan pun sudah hampir matang, mau tidak mau dia harus meninggalkan kehidupan nyatanya (kuliah, bermain hingga nasihat orangtuanya yang sudah jarang didengarnya) demi sebuah impian dan proses pembelajaran hidupnya.
                Berita-berita seputar pendaki yang hilang hingga mengakhiri hidupnya di gunung pun ia hiraukan. Tidak membuat anak muda itu menyerah dan merubah rencananya itu karena dalam kehidupan nyatapun banyak sekali orang yang gagal dalam meraih cita-citanya, tetapi hanya sedikit orang yang berusaha untuk keluar dalam kondisi kritis untuk terus maju.
Dalam suatu pendakian anak muda itu bertanya pada dirinya,
" mengapa kita (anak muda) terkadang tidak dipercaya dalam menjalankan prosedur-prosedur, dalam hal mengatur, dan segalanya?(padahal kan iklan menyatakan tidak demikian)". Terkadang juga anak muda itu dimarahi, didiskriminasi hingga dilecehkan oleh seniornya. Terbesit pemikiran positip anak muda bahwa ketiga hal itu merupakan sebuah cobaan dan tantangan yang seharusnya dijadikan sebuah motivasi untuk berani maju dan melangkah lebih baik lagi. Begitu pula dalam kehidupan, siapa yang lemah dia yang kalah, diremehkan bahkan ditindas. Hidup itu mengejar, bukan menunggu Bung !!.
                Ada sebuah pengalaman hidup yang anak muda itu dengar dari seorang yang tidak mempunyai hobi atau pengalaman hidup susah, selama kecil hidupnya senang, semua yang ia inginkan selalu tersedia, Borju we lah!!. Tapi setelah beranjak dewasa dan hidup terpisah dari orang tuanya dia menyesal, penyesalannya berlarut-larut sampai ia berkata " kenapa aku dulu tidak pernah mengalami kesusahan dan kesulitan sehingga sekarang aku merasa hidup ini penuh dengan cobaan yang aku sendiri rasakan tidak sanggup untuk menjalaninya ". sejenak anak muda itu termenung, berupaya agar jangan menjadikan keterbatasan sebagai suatu penghalang untuk terus maju, keterbatasan dan kesulitan hanya sebatas cobaan yang mana jika itu mampu kita atasi niscaya kebahagiaan akan datang.
                Anak muda itu berkomitmen apapun yang terjadi adalah tanggung jawab dan resiko yang harus dihadapi. Kesulitan dan permasalahan bukan untuk dihindari. Anak muda terngiang pada sebuah kalimat " pohon yang kuat adalah pohon yang sering dan selalu diterpa badai dan angin".
               Masih banyak gunung menunggu untuk didaki, begitu pula masih banyak cita-cita hidup yang harus anak muda selesaikan dan dia capai. Anak muda itu berfikir punya hobi mendaki gunung atau gemar hidup di alam terbuka bukanlah suatu hal yang merugikan, itupun kalau proses mendaki gunung itu dijadikan sebuah bekal pengalaman dalam menghadapi kehidupan nyata.





. .  
Dunia milik orang-orang pemberani

Kasepuhan Adat "CIPTAGELAR"

Kasepuhan Adat Ciptagelar

Kasepuhan Ciptagelar berada dibawah kaki gunung halimun, wilayahnya berada di Desa Sirnaresmi, kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi. Untuk sampai ke Kampung Ciptagelar dari Kecamatan Cisolok harus melewati dulu Kampung Ciptarasa dan selanjutnya memasuki kawasan hutan lindung. Untuk masuk ke kasepuhan ini bisa dilalui oleh roda 4 dan roda 2. Jenis kendaraan roda empat harus mempunyai persyaratan khusus, yakni mempunyai ketinggian badan cukup tinggi di atas tanah serta dalam kondisi prima mempunyai tenaga yang kuat.
Saat ini Kasepuhan adat Ciptagelar dipimpin oleh Ugi Sugriana Rakasiwi (abah Ugi). Abah Ugi merupakan anak sulung dari Abah Anom dan Emak Sepuh yang dalam kepemimpinannya menginjak generasi ke-9. Saat ini(Des.2009) abah Ugi berusia 25 tahun dan memiliki istri bernama Destri (Emak Alit).
Di kasepuhan ini dapat dijumpai berbagai macam bangunan adat, mulai dari balai pertemuan kesatuan adat, leuit si jimat (lumbung padi), ajeng wayang golek (tempat pertunjukan wayang), imah gede, podium adat hingga pembangkit listrik tenaga air atau turbin. Rumah Masyarakat kasepuhan bentuknya hampir sama dengan rumah warga non adat, biasa disebut rumah panggung hanya saja berbeda pada bagian atap dan tungku masak, atap tidak boleh menggunakan bahan dari tanah, disebutnya pamali (larangan karuhun) dengan keyakinan selama kita hidup di atas tanah, pantang hidup dibawah tanah.



                                                                          











                 Imah Gede                                                                                       Ajeng Wayang Golek



                                                         Leuit Si Jimat


                                              Balai pertemuan kesatuan adat

Kehidupan Masyarakat Ciptagelar sangat bergantung pada pertanian tradisionalnya. Mereka memanfaatkan sebagian lahan untuk hutan, sawah dan kebun. Dalam hal ini, padi merupakan komoditas utama mereka dan merupakan tanaman yang disucikan, sehingga ketika memetiknya harus menggunakan Etem (ani-ani), dan padi harus ditumbuk dengan lisung, disamping itu tanaman tahunan ditanam untuk kebutuhan sehari-hari.
Dikarenakan ciptagelar berada didataran tinggi gunung halimun maka iklim disana sangat lembab dan dingin menyebabkan keadaaan tanah menjadi subur sehingga mayoritas penduduk disana bermata pencaharian bercocok tanam. Pekerjaan lainnya adalah beternak dan berkebun, Pekerjaan lainnya adalah sebagai buruh, tukang, kuli bangunan dan pedagang, bagi warga yang tinggal di kampung akan bekerja di kebun, membuat kerajinan anyaman, menanam pisang, membuat gula dan lain-lain.
Kondisi jalan Ciptagelar bisa dikatakan belum cukup baik, jalan berbatu, belum ada sentuhan aspal sama sekali tetapi akses menuju desa lain sudah ada. Masyarakat adat memiliki cara berpakaian yang khas. Bagi laki-laki memakai ikat kepala, dan sebagiannya memakai baju khas adat. Bagi perempuan memakai sinjang (kain yang dibebat menutupi bagian pinggang ke arah kaki).
Bahasa sunda adalah bahasa keseharian mereka, namun beberapa warga disana juga mampu berbahasa Indonesia dan bahasa Internasional (inggris). Warga disana tidak mempermasalahkan jika tamu tidak mampu berbahasa sunda dengan lancar atau tidak bisa sama sekali karena bagi mereka itu tidak terlalu penting, yang penting bagi mereka adalah bagaimana proses informasi itu sampai.
Sistem pemerintahan warga kasepuhan Ciptagelar berbeda dengan warga non adat seperti biasanya. Struktur organisasi dirancang untuk berinteraksi dengan pihak luar masyarakat kasepuhan dan digunakan sesuai kebutuhan. Terdapat 13 bidang yang masing-masing dipimpin oleh kepala bidang atau biasa disebut baris kolot.
Dalam hal pendidikan, Ciptagelar sudah memiliki sarana pendidikan berupa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ciptagelar yang berdiri sejak tahun 2000 pada masa kepemimpinan abah Anom dengan bantuan bank Jabar, namun staf pengajar di sekolah ini dirasakan masih sangat kurang. Ciptagelar juga memiliki media informasi berupa radio komunitas. Pendiri radio komunitas itu adalah abah Ugi dan radio komunitas didirikan untuk mengembangkan adat dan budaya.





ETNOBOTANI

Pengertian eksplorasi secara umum adalah pelacakan atau penjelajahan suatu permasalahan yang datanya sudah ada tapi terbatas ataupun data yang belum ada sama sekali untuk dikaji dan dibuktikan kebenarannya (Ir.Made Wisnu Yasa, 2004) Secara umum suatu manajemen kegiatan eksplorasi telah meliputi beberapa hal berikut antara lain :
1. Jenis kegiatan.
2. Operasi lapangan.
3. Layanan pendukung.
4. Layanan teknis dan administrasi.
5. Koordinasi, komunikasi, dan pengawasan.
6. Analisis dan integrasi data hasil eksplorasi.
7. Pengambilan keputusan.
Teori manajemen dapat diterapkan dalam kegiatan eksplorasi. Secara umum, dalam suatu program penentuan yang mengarah ke eksplorasi harus dimulai dengan hipotesa pekerjaan, yang merupakan rencana ulang pemilihan fakta-fakta dari beberapa observasi dan intepretasi dengan spekulasi dari pengeluaran.
Syarat untuk perumusan hipotesis dari suatu penemuan adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan individual yang baik,
2. Mempunyai wawasan dan imajinasi,
3. Mempunyai bakat intuisi,
4. Mempunyai keberanian,
5. Mempunyai keyakinan tentang penilaian hipotesis,
6. Kemampuan untuk berdiri sendiri.
Etnobotani adalah sebuah kegiatan pemanfaatan tumbuhan-tumbuhan sebagai salah satu penunjang kehidupan masyarakat dalam suatu komunitas (Rusman,2009). Ada lima kategori pemanfaatan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari yaitu:
1. Pemanfaatan tumbuhan untuk tanaman pangan (pangan)
2. Pemanfaatan tumbuhan untuk bahan bangunan (papan)
3. Pemanfaatan tumbuhan untuk obat-obatan
4. Pemanfaatan tumbuhan untuk upacara adat
5. Pemanfaatan tumbuhan untuk perkakas rumah tangga

Pendakian Gn. Ciremai Via Palutungan


Gunung Ceremai secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT, dengan ketinggian 3.078 mdpl. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Untuk menuju Gn. Ciremai dapat ditempuh dengan :

Dengan Kendaraan
Perjalanan
Akses
Waktu tempuh
Harga
Keterangan
Term. Cicaheum - term. Harjamukti(cirebon)
Bus
180 menit
Rp. 24.000
Harga Th. 2007
term. Harjamukti - pertigaan Cigugur
colt/Elf jurusan cikijing
60 menit
Rp. 5000

Pertigaan Cigugur - Desa Cisantana
Oplet tua
60 menit
Rp. 7000

Desa Cisantana - Palutungan
Colt terbuka (pengangkut sayur)
20 menit
Rp. 3000













Berjalan
Perjalanan
Waktu tempuh
Lintasan
Titik Air
Palutungan - Cigowong (pos I)
90-120 menit
Landai
Pos 1, berupa sungai
Cigowong - Paguyangan badak (pos II)
90-120 menit
Landai
Tdk ada
Paguyangan badak - Blok arban (pos III)
20-40 menit
Menanjak
Tdk ada
Blok arban - Tanjakan asoy (pos IV)
90-120 menit
Menanjak
Tdk ada
Tanjakan asoy - Pasanggrahan (Pos V)
40-60 menit
Menanjak
Tdk ada
Pasanggrahan - Sang hyang ropoh (Pos VI)
20-30 menit
Menanjak, licin
Tdk ada
Sang hyang ropoh - Goa walet (Pos VII)
20-30 menit
Terbuka bekas aliran lava
Pos VII, terkadang
Goa walet - Puncak Cereme
10-20 menit
Terbuka bekas aliran lava
Tdk ada